Senin, 23 Mei 2011

Dampak Media Pada Anak

Ahli perkembangan anak dari Amerika Serikat T. Berry Brazelton, M.D., mewanti-wanti bahwa media sungguh-sungguh merupakan kompetitor terbesar bagi para orangtua. Studi dari University of Maryland mendapatkan bahwa waktu berinteraksi anak-anak Amerika dengan orangtua mereka telah turun hingga 40% atau menjadi sekitar 17 jam seminggu dibanding dengan mereka yang lahir di tahun 1965an. Di sisi lain, waktu yang mereka gunakan untuk berinteraksi dengan media meningkat lebih dari dua kali (Steyer, 2002).

Gejala berkurangnya waktu berinteraksi antara orangtua dan anak (usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar) dan meningkatnya kuantitas serta kualitas interaksi anak dengan media disadari atau tidak, diakui atau tidak juga terjadi di masyarakat kita. Tingginya waktu yang mereka gunakan untuk mengakses media sudah pasti akan mengurangi kesempatan mereka untuk berinteraksi dengan teman sebaya, untuk bermain secara bebas dan alamiah, untuk kemampuan bersosialisasi, kemampuan empati, memahami peran dan tanggungjawab, dan sebagainya.

Berkurangnya waktu secara signifikan untuk melakukan hal-hal tersebut di atas pada anak usia pra sekolah hingga usia sekolah dasar, bisa mengurangi dan bahkan menghilangkan masa kanak-kanak mereka. Selain soal kesempatan bermain bebas yang menjadi berkurang dan bahkan hilang, maka masuknya materi-materi orang dewasa melalui media juga membuat dunia mereka tidak lagi murni dunia anak-anak. Bisa jadi perbincangan dan cerita-cerita mereka menjadi terkontaminasi oleh kasus-kasus artis dalam infotainmen, lagu-lagu yang mereka nyanyikan penuh dengan kata-kata cinta, dandanan bak artis dalam ‘Idola Cilik', dunia glamor dan gemerlap, budaya instan yang sering tergambar dalam sinetron, dan sebagainya.

Dalam bentuk lain, televisi juga telah menimbulkan dampak peniruan yang berakibat fatal. Beberapa kasus meniru adegan dalam televisi yang dilakukan oleh anak-anak di Indonesia dapat disebutkan misalnya peniruan adegan dalam acara Smack Down yang menewaskan setidaknya 3 anak usia sekolah dasar dan mencederai puluhan anak di berbagai wilayah di Indonesia. Kemudian kasus anak usia 10 tahun yang terjerat tali kepala Naruto di Semarang hingga meninggal. Terakhir, bulan Juli 2008 di Pontianak seorang anak usia 9 tahun meninggal karena terjerat tali ayunan karena bermain ‘mati-matian' yang menurut adiknya dia tiru dari tayangan televisi.

Teori tentang dampak media yang secara gamblang dapat menggambarkan dampak media pada anak di antaranya adalah ((Baran, 2006))

Teori Kultivasi
Teori ini dikembangkan oleh George Gerbner. Teori kultivasi menyatakan bahwa televisi memiliki pengaruh jangka panjang yang tidak terlalu besar, gradual, tidak langsung, kumulatif, dan signifikan. Dampak tersebut lebih terlihat dalam sikap dibanding perilaku. Mereka yang banyak menonton TV cenderung memiliki pandangan yang sama dengan apa yang ditampilkan oleh televisi.

Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura, orang belajar sesuatu dari orang lain, dari pengamatan, peniruan, dan keteladanan. Dari situ, seseorang membentuk pemikiran mengenai bagaimana sebuah tindakan dilakukan. Dalam kesempatan selanjutnya, hal ini bisa menjadi pegangan dalam berperilaku. Teori ini menjelaskan perilaku manusia dalam interaksi timbal baliknya antara pengetahuan, perilaku, dan pengaruh lingkungan.

Sumber: kidia, http://www.kidia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar